Hari Buruh Bukan Hari Libur

oleh -1,828 dilihat
oleh

Kroniktoday.com – Salam Hangat, Salam Persaudaraan untuk teman buruh semua. Mungkin sebagian orang berpandangan bahwa buruh merupakan pekerjaan yang kasar dan bahkan rendahan. Jika melihat beberapa pandangan masyarakat tentang kelas pekerja, label karyawan pasti selalu punya tingkatan yang lebih tinggi.

Hal ini disebabkan dari segi apa yang dia kerjakan. Semisal buruh pabrik, ia tak jarang dipandang lebih rendah dengan karyawan minimarket atau sebagainya. Atau bisa saja dilihat dari faktor penampilan. Cara berpakaian, tempat kerja dan bahkan upah yang diterima. Mungkin itu salah satu pembanding.

Pada masa orde baru, pemerintah memisahkan antara buruh dengan karyawan. Buruh digunakan untuk pekerja industri pabrik dan sebagainya, sementara karyawan untuk kelas pekerja non industri. Katakanlah memiliki nilai menengah ke atas. Ini merupakan upaya memecah sekaligus mereduksi gerakan kelas pekerja.(Baca;Hak Buruh Perempuan).

Pada tulisan ini saya tidak mempersilangkan 2 profesi yang berbeda walau pun masih dalam kategori kelas pekerja. Namun disini saya coba memberi pandangan tentang hak-hak kelas pekerja serta bagaimana menepis pandangan umum banyak orang tentang status sosial kelas pekerja sebagaimana yang saya ungkap diawal.

Pertanayaan yang muncul kemudian adalah, mengapa kita harus menepis pandangan umum terhadap buruh?

Jawabnya, karena, buruh punya peran yang sangat penting dalam kelangsungan ekonomi suatu wilayah dan bahkan kelangsungan hidup masyarakat. Yang saya ingin tanyakan lagi, apakah yang kita pakai atau gunakan sehari-hari tidak terlepas dari proses produksi yang di kerjakan oleh para buruh?

Bumbu dapur, alat makan, peralatan elektronik, apakah ini bukan dihasilkan dari kerja keras para buruh? Bahkan, peralatan ini menjadi daya dukung untuk kita terlihat sukses dan berhasil. Contohnya kenderaan mewah, pakaian, sepatu dan bahkan tas mewah.

Mengapa ini terjadi, padahal buruh itu mampu membuat apa yang kita bangga-banggakan. Stigma yang terbangun merupakan hasil dari pola kapitalistik yang sudah terpatri di masyarakat.

Dalam masyarakat dengan produk surplus, muncul eksploitasi kelas, sebuah bentuk ketidaksetaraan yang terinstitusionalisasi. Masyarakat terbagi ke dalam kelas yang mengeksploitasi, yang berjumlah kecil dan mengambil, mengontrol serta mendistribusikan produk surplus yang dibuat oleh kerja dari kelas produsen yang dieksploitasi yang jumlahnya jauh lebih banyak, dan hanya menerima secara rata-rata apa yang diperlukan untuk reproduksi diri mereka.

No More Posts Available.

No more pages to load.